Abstract

Islamic Education (Aqidah) was chosen because it includes the clumps of University Subjects. This is reinforced by Law No. 12 of 2012 on Higher Education. The problem faced so far for the lecturers of this course is a number of students still consider Aqidah is just a formality course. Teaching methods are sometimes considered monotonous and boring. Because most lecturers use conventional method to explain the material. Sometimes it makes students bored and even sleepy. The implementation of this research aims to provide a breakthrough in teaching Aqidah. Students are expected not to be bored when following this course. The innovations used are by optimizing the Google Classroom and Interactive Mentimeter programs. Although both are online does not mean that the offline method is forgotten. Because the monolog and discussions are still used. This learning program also emphasizes student activeness. Debates and practices of speech include methods that are used to lure students more active in the classroom. The main purpose of the implementation of this teaching is to know change of student behavior when or after taking the course Aqidah. In addition to the attendance and final grades, the participation of students in the ta'lim program (Islamic mentoring) is also used to measure program achievement.

Pendahuluan

Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai kampus yang mengedepankan sisi keislaman dan kebangsaan perlu untuk selalu meningkatkan kualitas pengajarannya. Letak keunggulan perguruan tinggi tertua di Indonesia ini adalah pada sisi keislamannya. Pendidikan Agama Islam (Aqidah) dipilih karena termasuk rumpun Mata Kuliah Universitas. Hal ini selaras dengan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Mata kuliah ini berisi tentang konsep keyakinan serta ketuhanan sehingga banyak membahas terkait pemikiran atau sisi teologis lainnya. Oleh karena itu kadang bagi mahasiswa yang tidak berasal dari Madrasah Aliyah ataupun pondok pesatren akan cukup kesulitan mengikuti mata kuliah ini. Masalah yang dihadapi selama ini bagi pengajar mata kuliah ini adalah sejumlah mahasiswa masih menganggap Pendidikan Agama Islam (PAI) Aqidah hanyalah mata kuliah penggugur kewajiban atau hanya sekedar memenuhi Sistem Kredit Semester (SKS) semata.

Metode pengajaran pun kadang dianggap monoton dan membosankan. Karena dosen kebanyakan menggunakan cara ceramah untuk menerangkan materi. Hal ini kadang membuat mahasiswa bosan dan bahkan mengantuk. Pelaksanaan hibah ini bertujuan untuk memberikan terobosan dalam pengajaran Aqidah. Mahasiswa diharapkan tidak bosan ketika mengikuti mata kuliah ini. Inovasi yang diusulkan adalah dengan mengoptimalkan program Google Classroom dan Mentimeter. Google Classroom berguna dalam pemberian tugas ataupun pengumuman yang dilakukan dalam jaringan (daring). Sedangkan Mentimeter bermanfaat dalam melakukan survei ataupun mengadakan kuis secara daring pula. Meskipun keduanya daring bukan berarti metode luar jaringan (luring) dilupakan. Karena cara ceramah dan diskusi tetaplah digunakan.

Pembelajaran sebelumnya masih mengandalkan metode klasikal ceramah, diskusi kelompok, pemanfataan Google Classroom, dan praktik kuliah tujuh menit (kultum). Setahun lalu ketika pengusul mengajar mata kuliah ini memang mendapat respons positif dari mahasiswa. Terbukti dengan penulis yang mendapatkan Nilai Kinerja Mengajar Dosen (NKMD) terbaik untuk prodi Farmasi.

Sebelum Aqidah di Prodi Farmasi diampu oleh pengusul, pengajar mata kuliah ini adalah dosen luar. Beradasarkan keterangan dari sejumlah mahasiswa yang pernah menempuh mata kuliah tersebut, pengajarannya sangat monoton dan membuat mengantuk. Hal ini lah yang menyebabkan mahasiwa malas ketika mengambil Aqidah. Ini pun menjadi problem utama.

Selain itu, Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum (ADPISI) juga menyarankan supaya metode pembelajaran mata kuliah PAI diubah lebih menarik lagi. Permasalahan seperti tersebut di atas ternyata bukan hanya ada di UII namun kebanyakan perguruan tinggi juga mengalami hal serupa. Hal yang menguntungkan di UII meskipun terhitung sebagai PTU adalah mempunyai semangat keislaman yang kuat sesuai dengan coraknya. Sehingga suasana kampus yang islami juga membantu dosen dalam mengembangkan pembelajaran Aqidah.

Perkembangan zaman yang telah sampai pada era Revolusi Industri keempat juga menjadi dasar peneliti untuk meneliti dengan menggunakan media pembelajaran Google Classroom dan Interactive Mentimeter. Keduanya berbasis internet dan dapat diakses melalui gawai sehingga permasalahan penelitian lainnya yaitu kecenderungan mahasiswa untuk mengoperasikan gadget ketika perkuliahan dapat tereduksi dengan baik dan tersalurkan sebagaimana mestinya.

Permasalahan lainnya adalah mahasiswa terlalu bosan dengan penggunaan media Google Classroom yang sebelumnya kebanyakan hanya sebagai alat untuk mengunggah materi kuliah dari dosen. Program Interactive Mentimeter pun sebelum ada penelitian ini hanya sebatas kuis real time saja. Meskipun begitu, real time adalah sesuatu yang menarik dan hasilnya lebih valid (). Hal tersebut menuntut peneliti untuk semakin mengoptimalkan penggunaan kedua media daring tersebut untuk meningkatkan ketuntasan belajar mahasiswa.

Bahan kajian yang berisi mengenai sesuatu yang abstrak dinilai cukup sulit bagi mahasiswa dalam hal pemahaman sehingga media pembelajaran yang penuh dengan visualisasi dibutuhkan dalam pembelajaran (E, 2017). Media Google Classroom dan Interactive Mentimeter dianggap sebagai solusi untuk permasalahan penelitian ini.

Kepasifan mahasiswa pada pembelajaran semester sebelumnya juga menjadi permasalahan tersendiri yang juga sebagai pendorong dilakukannya penelitian ini. Padahal keaktifan mahasiswa merupakan sesuatu yang sangat penting dan dapat menjadi salah satu indikator kualitas pembelajaran yang baik (Astuti, 2017).

Evaluasi mata kuliah dapat menggunakan tugas terstruktur yang meliputi diskusi, Google Classroom, Mentimeter, Ujian Tengah Semester (UTS), dan Ujian Akhir Semester. Strategi dan metode pembelajaran yang direncanakan meliputi daring dan luring yang memaksimalkan student centered learning. Meliputi ceramah, diskusi serta presentasi kelompok, praktik kuliah tujuh menit, penugasan melalui Google Classroom, dan kuis ataupun survei menggunakan Mentimeter. Presentase penggunaan kedua program tersebut adalah 60% dari total aktivitas pengajaran. Sedangkan sisanya menggunakan metode ceramah klasikal dan diskusi kelompok.

Pada dasarnya pelaksanaan hibah ini dibebankan pada satu dosen saja yaitu pengusul proposal. Hal ini dikarenaka mata kuliah Aqidah untuk prodi Farmasi FMIPA yang berjumlah dua kelas hanya diampu oleh seorang dosen saja. Secara rinci rancangan aktivitas selama pelaksanaan program hibah adalah sebagai berikut:

Pada pembelajaran Aqidah ini perilaku yang diteliti sebagai implikasi dari perkuliahan bukan hanya dibebankan kepada mahasiswa. Namun juga dosen pengampu. Attitude dosen sebagai pemberi umpan dalam pembelajaran juga dibandingkan. Indikator yang dipakai adalah kuisioner yang diisi oleh mahasiswa yang menempuh mata kuliah Aqidah dengan bekerja sama dengan Divisi Akademik FMIPA yang telah menyediakan Google Form melalui situs fakultas. Selain itu juga dengan melakukan pengamatan pada rekam jejak perkuliahan. Dari aplikasi Siprima Lite dapat diketahui kuantitas atau durasi pengajaran yang dilakukan oleh dosen pengampu. Sehingga dapat disimpulkan mengenai aspek kejujuran dari dosen tersebut. Karena mengurangi jam pembelajaran termasuk perilaku negatif yang merupakan bagian dari korupsi dan menyalahi materi perkuliahan Aqidah sendiri.

Kajian literatur yang digunakan sebagai penguat argumen model inovasi yang dilakukan adalah buku karya4. Dalam buku ini dijelaskan mengenai pembelajaran kooperatif, berbasis web, berbasis masalah, dan kreatif, inovatif, serta produktif (KIP). Pembahasan tentu saja sesuai dengan inovasi pembelajaran. Kooperatif diaplikasikan dalam bentuk diskusi kelompok. Berbasis web dengan media Interactive Mentimeter dan Google Classroom. Berbasis masalah dengan metode klasikal ceramah. Sedangkan pembelajaran KIP berupa praktik kultum.

Konsep Cooperative Learning juga dijadikan landasan dalam pembelajaran Aqidah. Hal ini sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh5 . Dia menyatakan bahwa cooperative learning merupakan aktivitas belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil. Tingkat kerjasama dan pembelajaran mahasiswa adalah tujuan utama perkuliahan sehingga pengalaman individu ataupun kelompok dapat diraih. Pembelajaran model ini bergantung pada kelompok-kelompok kecil. Pada hakikatnya, arahan dari dosen tetap dibutuhkan namun cooperative learning tetap pada penekanan kerjasama antar anggota kelompok. Tiap anggota kelompok harus bersedia bekerjasama dengan teman lainnya dalam hal pemecahan masalah. Kerjasama yang bagus tentu bertujuan pada pembelajaran yang optimal.

Penelitian yang dilakukan oleh 6 dilengkapi oleh riset ini. Perbedaan antara penelitian tersebut dengan paper ini terletak pada output peserta didik. Dalam penelitian sebelumnya lebih ditekankan pada aspek kognitif sedangkan riset ini condong kepada afektif. Persamaan keduanya adalah sama-sama dilakukan dengan media pembelajaran visual.

Metode Penelitian

Dalam penelitian tindakan kelas berikut menggunakan aplikasi Interactive Mentimeter yang merupakan perwujudan lain dari angket (kuisioner). Sehubungan dengan metode ini, Winarno Surachmad mengatakan sebagai berikut. Metode ini dapat juga disebut wawancara tercatat meskipun ada beberapa ketidaksamaan. Pada questionnaire, sampel diwujudkan berupa daftar pertanyaan tertulis (Surachmad, 1985) . Metode angket ini merupakan pengumpulan data yang sangat praktis, dengan jalan membuat daftar pertanyaan secara tertulis sesuai dengan maksud atau data yang diperlukan yang akan dijawab/ diisi oleh sejumlah responden. Sebagaimana yang dikatakan oleh8 bahwa questionnaire merupakan alat riset berupa pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari beberapa narasumber. Metode angket ini digunakan untuk memperoleh data dari para jama’ah masjid yang menjadi objek dalam buku tersebut.

Hasil dan Pembahasan

Mayoritas institusi pendidikan dalam pembelajaran PAI berkonten hukum Islam, sejarah, waris, ibadah, dan akhlaq (). Hal ini berbeda dengan UII yang mata kuliah PAI nya bermuatan Aqidah. Bahan kajian sejarah dikemas dengan mata kuliah bertajuk Pemikiran Peradaban Islam sedangkan Ibadah Akhlaq merupakan study subject sendiri.

Dalam rangka mengukur Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) 1 yaitu mahasiswa mampu menjelaskan nilai-nilai dasar Islam secara mendalam terutama dalam aspek aqidah (Allah dan manusia, iman, tauhid, rukun Iman) maka telah digunakan nilai UTS dan nantinya juga UAS beserta hasil evaluasi melalui Google Classroom dan Interactive Mentimeter.

Nilai rata-rata kelas A saat UTS adalah 92,61. Sedangkan kelas B adalah 95,95. Sedangkan nilai akhir rata-rata untuk kelas A adalah 92,79. Rata-rata kelas B adalah 90,73. Dikarenakan ketuntasan pemahaman mahasiswa setelah menempuh mata kuliah PAI (Aqidah) yang dijadikan rumusan masalah menggunakan nilai akhir sebagai metode pengukuran dan indikator kinerjanya adalah sebanyak minimal 90% mahasiswa memperoleh nilai A, maka dapat disampaikan bahwa kinerja berhasil dan mahasiswa tuntas dalam memahami materi.

Untuk kehadiran, sebanyak 97,48% mahasiswa kelas A selalu hadir dalam tiap kali tatap muka. Sedangkan kelas B sebesar 95,35% perpertemuan. Persentase kehadiran kelas A lebih tinggi daripada kelas B dikarenakan kelas A jam kuliahnya adalah pukul 13.00. Berbeda dengan kelas B yang jam 07.00. Layaknya kuliah pada umumnya dapat diketahui bersama bahwa kuliah jam 07.00 adalah waktu yang berat terutama bagi mahasiswa. Hal ini dapat dipastikan karena beragam alasan pasti menyertai ketidakhadiran ataupun keterlambatan ketika kuliah dimulai jam 07.00. Seperti bangun kesiangan, antri mandi, lama sarapan, hingga macet. Meskipun begitu dapat disampaikan bahwa dengan indikator kinerja 90% maka mahasiswa antusias dalam mengikuti mata kuliah Aqidah.

Berdasarkan hasil pembelajaran melalui Google Classroom sebagaimana dijelaskan pada subbab sebelumnya dapat diringkas bahwa ketuntasan pemahaman mahasiswa kelas A secara rinci sebagai berikut 60,61%; 61,36%; 75%; dan 73,81%. Jadi rata-ratanya adalah 67,7. Sedangkan kelas B secara urut sebagai berikut 34,21%; 73,81%; 75%; dan 75,61%. Sehingga rata-ratanya menjadi 64,66%. Disebabkan indikator kinerja adalah 51% maka melalui Google Classroom dapat dikatakan bahwa mahasiswa mengalami ketuntasan dalam pemahaman materi perkuliahan.

Sedangkan apabila menggunakan pembelajaran dengan memanfaatkan Interactive Mentimeter maka dapat diperinci tingkat ketuntasan mahasiswa kelas A sebagai berikut 39,02%; 19,51%; 100%; 38,1%; 52,38%; 4,76%; 85,29%; 70,59%; dan 85,29%. Jadi rata-ratanya adalah 55%. Untuk kelas B rinciannya adalah 47,37%; 13,16%; 100%; 58,97%; 82,05%; 7,69%; 41,67%; 45,71%; dan 70%. Sehingga rata-rata kelas B adalah 51,85%. Jika melihat kedua angka tersebut maka dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan media pembelajaran Interactive Mentimeter mahasiswa tuntas dalam memahami mata kuliah Aqidah.

Setelah dirata-rata masing-masing kelas maka dapat dihasilkan bahwa ketika pre-test mahasiswa yang akan tetap mengambil Aqidah meskipun bersifat wajib adalah 59,12%. Angka tersebut naik ketika post test yaitu menjadi 59,84%. Dikarenakan indikator kinerja adalah 51% dan terjadi kenaikan persentase maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa mengalami perubahan sikap setelah menempuh mata kuliah Aqidah untuk konteks keikutsertaan.

Sedangkan alasan mengambil Aqidah saat pre-test sebanyak 95% menyatakan setuju jika mata kuliah ini dapat menambah keyakinan beragama. Namun ketika post test turun menjadi 93%. Keunikan terjadi ketika faktor keyakinan berislam turun namun karena ingin meperoleh nilai A justru naik tingkap persetujuannya yaitu dari 66% saat pre-test menjadi 69% ketika post test. Jadi sebenarnya mahasiswa cukup konsisten terbukti dengan penurunan angka yang tidak terlalu banyak hanya 2% namun justru ada perubahan perilaku dalam orientasi nilai. Hal ini dikarenakan post test dilakukan setelah UTS. Jadi mahasiswa sudah mengetahui nilai mid semester mereka.

Masih menggunakan Interactive Mentimeter, dapat diketahui bahwa 85,13% mahasiswa mengaku mengalami perubahan positif dalam keyakinan beragama. Angka ini cukup objektif jika mengingat jawaban sangat rahasia. Sedangkan dalam skala 10 dapat diketahui pula bahwa mahasiswa memberi rating rata-rata 8,7 dalam hal ketidaksetujuan mengenai penggunaan al-Quran sebagai jimat. Pertanyaan ini dilontarkan karena beberapa pertemuan sebelumnya ada mahasiswa yang menanyakan mengenai jimat, jampi-jampi, dan pelet. Sebagian mahasiswa menyatakan bahwa hal itu tidak menyalahi Aqidah. Tapi ketika dijelaskan oleh dosen pengampu dan beberapa pertemuan selanjutnya disurvei ternyata mahasiswa sudah mengalami perubahan sikap dan semakin yakin dengan agamanya.

Ketika isu ucapan “Selamat Natal” dihembuskan pada awalnya 74,71% mahasiswa menyatakan haram hukumnya. Namun setelah dilakukan perkuliahan dengan metode debat dan dimoderatori oleh dosen pengampu maka angka tersebut turun menjadi 62,79%. Angka yang mengharamkan turun namun persentase yang memperbolehkan juga mengalami degradasi. Sedangkan angka yang naik adalah jawaban “Biasa saja atau tidak mempermasalahkan”. Hal ini berarti mahasiswa juga mengalami perubahan sikap ke lebih moderat. Artinya tidak serta merta mengharamkan namun juga tidak liberal dengan menyatakan boleh. Karena sejatinya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak eksplisit menyatakan haram namun menganjurkan untuk tidak diucapkan. Dosen pengampu sama sekali tidak mengarahkan mahasiswa untuk membolehkan atau menghalalkan ucapan “Selamat Natal” namun menyatakan bahwa sebaiknya tidak melakukan hal tersebut. Karena masih dalam wilayah subhat. Para ulama pun masih berbeda pendapat mengenai hal ini. Hal yang subhat sebaiknya dihindari. Jadi mengucapkan “Selamat Natal” sebaiknya tidak dilakukan. Sedangkan ikut merayakan, memakai asesoris ang identik dengan hari raya Nasrani tersebut, berpartisipasi dalam ibadahnya, ataupun meramaikan prosesi Natal semua ulama sepakat hukumnya haram. Sebagai bentuk kehati-hatian sebaiknya tidak mengucapkan “Selamat Natal”. Setelah melihat hasil refleksi tersebut dapat disampaikan bahwa target indikator kinerja program hibah untuk CPMK 1 telah terpenuhi.

Parameter perubahan perilaku pada pengajaran ini adalah mahasiswa mengalami kenaikan nilai akhir rata-rata, sebanyak 51% mahasiswa dapat memecahkan persoalan yang dilemparkan baik melalui Google Classroom ataupun Interactive Mentimeter dan berubah lebih baik dalam keyakinan beragama, dan memenuhi target kegiatan ta’lim sesuai level.

Sedangkan CPMK 2 yaitu mahasiswa mampu merefleksikan nilai-nilai Aqidah Islamiyah berdasarkan pengalaman keberagamaan mereka secara individual diukur dengan memberikan tugas praktik kultum. Melalui praktikum tersebut dapat diketahui refleksi Aqidah berdasarkan pengalaman masing-masing mahasiswa.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa hampir semua mahasiswa dapat menyampaikan kultum dengan baik dan lancar. Sebagian besar sudah tidak menggunakan teks ketika berbicara di depan kelas maupun kamera, dalil yang digunakan relevan, materi yang disampaikan menarik, dan penampilan dinilai bagus. Jadi dapat disampaikan bahwa target indikator kinerja program hibah untuk CPMK 2 telah terpenuhi. Hasil kultum sudah disebarluaskan melalui media sosial Instagram dan dapat diunduh pada tautan ini http://bit.ly/2zsrBQ8

CPMK 3 yaitu mampu menunjukkan perilaku ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya terutama dalam kehidupan kampus diukur dengan cara melihat aktivitas keislaman keseharian mahasiswa melalui lembar muttaba’ah yang dipegang oleh masing-masing mu’allim dan mu’allimah.

Dari lembar mentoring yang didapatkan dapat dibahas bahwa mahasiswa semester 1 di UII setidaknya harus sudah lulus level 1 untuk kemampuan dalam menulis Arab. Level 1 tersebut meliputi basmalah, hamdalah, dan salam. Meskipun tidak mutlak tiga hal tersebut namun minimal harus bisa menyelesaikan tiga model tulisan Arab. Mahasiswa Farmasi angkatan 2017 sebanyak 79% mampu lulus level 1. Dikarenakan indikator kinerja 51% maka untuk kategori tulisan dapat disampaikan bahwa mahasiswa sudah memenuhi ketuntasan pemahaman.

Untuk kategori bahasa, mahasiswa hanya mampu memenuhi 50% dari target yang sudah ditetapkan. Seharusnya mereka sudah mencapai level 2 yang menuntut mahasiswa dapat mempelajari kosakata pilihan pada ayat yang dihafal. Hal ini memang dinilai berat bagi mahasiswa terutama yang bukan lulusan pesantren atau Madrasah Aliyah. Dosen pengampu perlu meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai hal ini untuk semester selanjutnya.

Hasil bagus datang dari komponen penilaian lainnya yaitu praktik ibadah. Semua mahasiswa sudah mampu memenuhi level 1 yang terdiri atas wudhu, mandi besar, tayamum, dan shalat jama’ah. Hal ini selain teori juga mahasiswa diminta praktik. Kelancaran mahasiswa dapat disebabkan faktor aspek praktik ibadah yang merupakan hal praktis dilakukan setiap hari.

Sedangkan untuk kategori bacaan sebanyak 90,28% mahasiswa mampu menyelesaikan target hingga level 2. Target level 2 sendiri adalah mahasiswa bisa membaca al-Quran dengan lancar meskipun belum sesuai dengan ilmu tajwid. Dikarenakan sudah melewati indikator kinerja maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa tuntas pemahamannya dalam baca al-Quran.

Untuk aspek hafalan pun mahasiswa sudah tuntas sebanyak 96,34% untuk menyelesaikan target. Mahasiswa semester 1 diharuskan menuntaskan beban kredit mereka yaitu hafal surat an-Nas hingga al-Quraisy. Angka tingkat pemahaman ini harus dipertahankan hingga lulus kalau bisa 100% sudah hafidz juz 30.

Sedangkan ketertiban shalat hasilnya adalah 85,85% mahasiswa menyatakan melakukan ibadah wajib tersebut secara berjama’ah tepat waktu di masjid. Angka ini juga menunjukkan tren positif karena sebelumnya ketika perkuliahan di kelas kurang dari separuh mahasiswa menyatakan secara lisan bahwa masih jarang melakukan shalat jama’ah di masjid.

Jadi untuk CPMK 3 kesimpulannya adalah mahasiswa mampu menunjukkan perilaku ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya terutama dalam kehidupan kampus. Sehingga dapat diuraikan juga bahwa mahasiswa mengalami perubahan perilaku dengan dapat menujukkan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Kegiatan ta’lim memang dipegang oleh mu’allim yang bukan dosen pengampu Aqidah sendiri. Namun dalam perkuliahan di kelas, dosen pengampu selalu menekankan pentingnya perilaku taat tersebut dibarengi dengan materi ataupun teori untuk mendukung pernyataan tersebut. Target indikator kinerja program hibah pun untuk CPMK 3 sudah terpenuhi.

Kondisi kelas perlakuan dan kontrol setara. Artinya dosen pengampu mengajar pada dua kelas untuk mata kuliah Aqidah yang tingkatannya sama. Kedua kelas sama-sama diberikan materi dan metode pembelajaran yang sama. Penerapan kesetaraan ini bertujuan untuk validasi hasil pembelajaran. Karena kelas pembanding adalah tahun sebelumnya.

Dalam pengajaran ini bukan hanya mahasiswa yang dibebani kewajiban akan tetapi juga dosen pengampu. Berdasarkan rekam perkuliahan dapat disampaikan bahwa untuk kelas B dosen mengajar rata-rata tiap pertemuan selama 92 menit 4 detik dari total 100 menit. Karena 1 SKS berlangsung selama 50 menit maka jika 2 SKS menjadi 100 menit totalnya. Sedangkan untuk kelas A rata-rata durasi kuliahnya adalah 94 menit 43 detik. Alasan kelas A lebih panjang dari pada kelas B masih sama dengan tingkat kehadiran mahasiswa yang sudah dibahas sebelumnya yaitu dikarenakan kelas B masuk pagi. Sehingga kadang-kadang dosen pengampu harus menunggu mahasiswa hadir. Karena pernah terjadi jam 07.00 belum ada mahasiswa sama sekali.

Kontribusi teoritis dari proses pelaksanaan pengembangan model pembelajaran adalah hasil ini telah dapat memberikan informasi yang berguna tentang kesesuaian dua model program tersebut untuk diterapkan pada Aqidah, serta aktivitas yang sudah dilakukan untuk penerapannya.

Sedangkan kontribusi praktisnya adalah adanya mind map yang dapat memudahkan mahasiswa dalam memahami secara sistematis dan terstruktur terkait tiap materi. Selain itu ada juga kuisioner untuk menilai keberhasilan metode pembelajaran. Dan pastinya hasil dari penerapan metode pembelajaran ini dapat digunakan untuk mata kuliah lain.

Indikator perubahan perilaku adalah 51% mahasiswa menunjukkan hal yang positif dari beberapa permasalahan yang diajukan, ingin berubah lebih baik, tetap mengambil Aqidah meskipun bersifat pilihan, mampu menyampaikan kultum dengan baik, dan sukses mencapai target dalam kegiatan ta’lim. Sedangkan indikator kehadiran adalah 90% hadir tiap pertemuan. Indikator pemahaman adalah 90% mahasiswa memperoleh nilai A.

Program peningkatan soft skill dan karakter dari pengajaran ini antara lain praktik kultum, debat, diskusi kelompok, dan UAS bersifat lisan. Semuanya bertujuan membuat karakter mahasiswa lebih progresif dengan berani mengutarakan pendapat di muka umum. Hal ini bermanfaat dalam menjalani perkuliahan selanjutnya.

Ke depannya diharapkan pendidikan karakter kepada mahasiswa lebih dikuatkan dengan indikator kedatangan tepat waktu dan masjid atau mushalla yang ramai dengan aktivitas peribadatan termasuk shalat berjama’ah. Karena mata kuliah ini lebih kepada penguatan karakter selain juga keyakinan beragama.

Program pengajaran ini diharapkan ada keberlanjutan dengan mengambil pelajaran yang baik untuk diterapkan pada tahun selanjutnya dan di mata kuliah yang juga merupakan kelanjutan dari Aqidah. Mata kuliah tersebut antara lain Islam Ulil Albab dan Islam Rahmatan lil ‘Alamin.

Perbandingan dengan hasil model pembelajaran sejenis yang pernah dilakukan oleh orang lain adalah dibandingkan dengan mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam (FPI) yang diampu Muzhoffar Akhwan. Persamaannya adalah kedua mata kuliah terlalu abstrak untuk dipelajari mahasiswa sehingga memerlukan model pembelajaran berbasis teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Perbedaannya mata kuliah Aqidah memberdayakan Google Classroom dan Interactive Mentimeter sedangkan FPI memanfaatkan film science fiction 10 [9].

Table 1.Perbandingan pengajaran sebelum dan sesudah penelitian.

Dari data padaTable 1 dapat diketahui bahwa melalui program pengajaran ini rata-rata nilai akhir mahasiswa naik. Sedangkan kehadiran mengalami penurunan. Meskipun begitu angka penurunan tidak begitu signifikan karena hanya 0,17% saja. Selain itu NKMD pun naik apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan mata kuliah dan prodi yang sama.

Kesimpulan

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengajaran Aqidah dengan mengoptimalkan penggunaan Google Classroom dan Interactive Mentimeter dapat mengubah sikap ataupun perilaku mahasiswa Farmasi. Terbukti dengan persentase pengambilan mata kuliah Aqidah jika bersifat pilihan justru naik setelah post test. Selain itu perubahan sikap ke lebih moderat juga ditunjukkan oleh mahasiswa. Mayoritas mahasiswa juga menyatakan ada perubahan ke arah positif setelah menempuh Aqidah. Kemampuan berbicara di depan orang banyak pun semakin baik yang ditunjukkan dengan praktik kultum. Hasil pengajaran Aqidah di kelas juga mampu mengubah perilaku peribadatan menjadi lebih baik pula.

Mahasiswa selalu tuntas dalam memahami materi Aqidah. Baik dibuktikan dengan rata-rata nilai akhir yang naik dibandingkan tahun sebelumnya maupun ketika dilakukan kuis melalui Google Classroom dan Interactive Mentimeter. Antusias mahasiswa dalam perkuliahan cukup tinggi. Dibuktikan dengan rata-rata kehadiran sebanyak 96,68% perpertemuan. Selain itu, rata-rata nilai akhir dan NKMD naik apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dapat disimpulkan pula bahwa dengan metode pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan nilai-nilai dasar Islam secara mendalam terutama dalam aspek aqidah (Allah dan manusia, iman, tauhid, rukun Iman), mampu merefleksikan nilai-nilai Aqidah Islamiyah berdasarkan pengalaman keberagamaan mereka secara individual, dan mampu menunjukkan perilaku ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya terutama dalam kehidupan kampus.

Hasil dari pengajaran Aqidah ini akan lebih sempurna jika ada keberlanjutan pada tahun berikutnya. Baik ditingkatkan dari hal-hal positif yang dapat diambil dari pembelajaran Aqidah maupun pada mata kuliah lain. Bahan kajian yang sangat sesuai sebagai keberlanjutan dari Aqidah adalah mata kuliah Islam Rahmatan lil ‘Alamin.

References

  1. Akhwan, M. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Internet yang Humanis dan Menyenangkan bagi Mahasiswa pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam. In Inovasi Model Pembelajaran (Universitas Islam Indonesia Press), 71–88.
  2. Astuti, C. C. (2017). Analisis Korelasi untuk Mengetahui Keeratan Hubungan antara Keaktifan Mahasiswa dengan Hasil Belajar Akhir. JICTE (Journal of Information and Computer Technology Education) 1, 1–7.
  3. Ayuningsih, K. (2017). Pengaruh Video Animasi Terhadap Hasil Belajar Kognitif Pada Mata Pelajaran IPS Materi Menghargai Jasa Pahlawan di Kelas V SDN Sidokumpul Sidoarjo. JICTE (Journal of Information and Computer Technology Education) 1, 43–43. doi: 10.21070/jicte.v1i1.1129.
  4. Darmadji, A., Zubaidah, S., Sibly, M. R., Andriansyah, Y., et al. (2015). Islamic Education Teachers’ Content Knowledge of Islamic Law Matters: A Study in Yogyakarta City. Mediterranean Journal of Social Sciences. doi: 10.5901/mjss.2015.v6n5p441.
  5. Halimah and and, S. (2019). The Role of “Jigsaw” Method in Enhancing Indonesian Prospective Teachers’ Pedagogical Knowledge and Communication Skill. International Journal of Instruction 12, 289–304. doi:10.29333/iji.2019.12219a.
  6. Nasution, S. (1987). and others (ed.) (Bandung: Jemmars).
  7. Sultoni and Hariyanto, R. (2017). Pengenalan Wajah Secara Real Time Menggunakan Metode Camshift dan Operator Erosi Berdasarkan Citra Wajah. JICTE (Journal of Information and Computer Technology Education) 1, 8–8. doi: 10.21070/jicte.v1i1.1184.
  8. Surachmad, W. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah - Dasar (Metode, dan Teknik. Bandung: Tarsito).
  9. Sutirman (2016). Media dan Model-Model Inovasi Pembelajaran. Graha Ilmu.
  10. Weranti, E., S (2017). Pengaruh Media Diorama Tiga Dimensi Terhadap Hasil Belajar Kognitif Materi Mengenal Penggunaan Uang Pada Mapel IPS Kelas III SDN Balong Bowo. JICTE (Journal of Information and Computer Technology Education) 1, 32–32. doi: 10.21070/jicte.v1i1.1186.